Search This Blog

Orang yang Dimakruhkan Kepemimpinan Shalat Beberapa Orang dalam Situasi Tertentu


Dimakruhkan bila mengangkat orang yang dikebiri, orang yang pecah suaranya seperti wanita, dan anak zina sebagai imam tetap dalam shalat fardhu ataupun sunnah seperti shalat Id. Akan tetapi, tidak dimakruhkan jika diangkat bukan sebagai imam tetap.
Dimakruhkan shalat di antara dua tiang ataupun shalatnya makmum di depan imam tanpa keadaan mendesak. Namun, jika ke adaan mendesak maka tidak dimakruhkan.
Dimakruhkan orang yang berada di bagian paling bawah perahu mengikuti shalat orang yang berada di bagian paling atas perahu, karena mereka tidak bisa memperhati kan imam dengan baik, terkadang berputar maka rukun-rukun shalat akan berkurang ke pada mereka. Berbeda halnya jika sebaliknya yaitu orang yang berada di bagian paling atar mengikuti orang yang berada di bagian paling bawah. Sebagaimana dimakruhkan juga orang yang berada di Abi Qabis untuk mengikut shalat orang yang berada di Masjidil Haram Abu Qabis adalah gunung tinggi yang mengha dap tiang Hajar Aswad. Karena, orangyang be rada di gunung Abi Qabis tidak mampu meng ikuti aktivitas imam dengan baik.
Dimakruhkan juga shalatnya seorang laki laki di antara wanita atau sebaliknya, seorang wanita di antara laki-laki.
Dimakruhkan kepemimpinan shalat di se buah masjid tanpa membawa sorban yang di sandangkan oleh imam ke kedua pundaknya Berbeda halnya dengan makmum ataupur orang yang shalat sendiri. Karena, tidak di makruhkan kepada mereka berdua tanpa ada nya sorban, namun berbeda situasinya dengar yang pertama. Ini menunjukkan bahwa sorbar itu disunnahkan kepada setiap orang yang shalat dan sunnah itu semakin dianjurkan un tuk seorang imam.
Dimakruhkan kepada seorang imam un tuk melakukan shalat sunnah di dalam mih rab, karena ia tidak berhak untuk melakukar chalat di tempat itu kecuali jika ia sedang men
adi imam. Ditakutkan juga, jika imam shalat unnah di dalam mihrab maka orang lain akan nenganggapnya sedang melakukan shalat ardhu lalu menjadi makmumnya.
Dimakruhkan melakukan shalat jamaah li masjid sebelum imam tetap yang memim- rinnya, bahkan diharamkan. Sebagaimana di- nakruhkan juga melakukan shalat berjamaah etelah shalat yang dipimpin oleh imam tetap neski imam tetap mengizinkan orang lain un- uk melakukannya. Sebagaimana telah kami elaskan sebelumnya dalam hukum pengulang- in shalat berjamaah.
Dibolehkan kepemimpinan shalat beberapa orang meskipun mereka berbeda dari yang pemaparan di atas dalam semua keadaan berikut.
Seperti yang telah kami jelaskan, kepe- nimpinan shalat seorang yang buta dibolehkan, juga kepemimpinan shalat orang yang bereda dalam cabang-cabang agama, kepemimpinan shalat orang yang bicaranya tidak jelas, 'aitu orang yang hampir tidak bisa mengeluarkan beberapa huruf secara sempurna dari nakhraj-nya (tempat keluar) karena orang rjam atau selainnya, seperti mengganti huruf ta menjadi Ha, atau raa' menjadi laam, atau Ihaad menjadi dai.
Selain itu, dibolehkan juga kepemimpinan halat orang yang dihukum karena melempar uduhan atau minum minuman keras, atau elain keduanya. Juga, kepemimpinan shalat irang yang lemah syahwat, atau juga orang rang putus salah satu tangan atau kakinya, itau orang cacat, yang lebih banyak kekurang- mnya dari dua orang pertama, atau juga kepe- nimpinan shalat orangyang mengidap penyakit lepra. Akan tetapi, jika sakit lepranya sudah tkut maka orang itu harus dicegah untuk men- adi imam, bahkan juga berkumpul dari orang tanyak.
ping itu, dibolehkan bergegas agar mendapat¬kan shalat berjamaah tanpa berlari kecil, se¬perti yang telah kami jelaskan sebelumnya.
Dibolehkan ketika berada di dalam masjid untuk membunuh kalajengking, ular, ataupun tikus. Dibolehkan pula membawa serta anak kecil yang tidak sampai menggangu, atau tidak menolak jika dilarang, namun jika tidak se¬perti itu maka tidak boleh dibawa.
Dibolehkan untuk meludah kecil di dalam masjid yang ada batu kerikil, atau tanah, atau¬pun di bawah tikar dan tidak dibolehkan me¬ludah yang banyak atau di dalam masjid yang berlantaikan keramik, atau di atas tikar, atau di tembok masjid karena dapat mengotorinya. Disunnahkan untuk meludah di dalam baju, pada arah kiri atau di bawah kaki kiri. Jika sulit untuk melakukannya maka boleh melu¬dah pada arah kanan dan jika masih sulit juga maka boleh meludah pada arah depan.
Dibolehkan pula, seperti yang telah kami jelaskan, keluarnya seorang wanita yang tidak menarik minat kaum laki-laki menuju masjid untuk melaksanakan shalat berjamaah, shalat Hari Raya, atau semacamnya, menurut perin¬cian sebelumnya tentang keluarnya kaum wanita ke masjid.
Dibolehkan juga memisah antara mak¬mum dan imam dengan sungai kecil, jalan, atau ladang, sekiranya tidak sampai menyulitkan untuk melihat gerakan imam ataupun men¬dengarnya, demi menjaga dari kekurangan ke¬tika melakukan shalat.
Dibolehkan juga meski berbeda dari per¬tama seperti yang telah kami jelaskan, tempat makmum yang lebih tinggi dari imam meski berada di atap untuk selain shalat Jumat, kare¬na shalat Jumat tidak sah dilakukan di atap masjid. Sedangkan dimakruhkan bila tempat imam itu lebih tinggi dari makmum kecuali jika sedikit saja atau karena darurat, atau juga untuk tujuan mengajarkan kepada para makmum tentang tata cara shalat. Namun, jika imam sengaja berada jauh lebih tinggi dari makmum maka shalatnya batal.
Dibolehkan menyambung suara imam bagi orang yang berada di belakang imam dan orang-orang mengikuti dari sebab mendengar suara penyambung tersebut.
Dibolehkan pula bermakmum lewat meli¬hat imam ataupun makmum, meskipun makmum itu berada di dalam rumah misalnya, sedang imam berada di masjid dan tidak di¬syaratkan harus adanya penyambung untuk itu.

MAZHAB SYAFI’I
Dimakruhkan kepemimpinan shalat orang yang sangat ingin menjadi imam padahal ia tidak berhak untuk itu, juga orang yang tidak menghindari najis, orang yang berprofesi bu¬ruk seperti tukang bekam, orang yang dibenci oleh kebanyakan orang karena hal tercela se¬perti terlalu banyak tertawa, orang yang tidak diketahui ayahnya dan anak zina kecuali jika ia memimpin shalat kepada orang yang seperti¬nya, seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya, Juga, dimakruhkan kepemimpinan shalat orangyang tidak disunat meskipun ia sudah ba¬ligh, seperti halnya dimakruhkan kepemimpinan shalat seorang anak kecil meskipun ia le¬bih mengetahui agama daripada orang dewasa, seperti yang telah kami sebutkan sebelumnya. Dimakruhkan juga kepemimpinan shalat orang yang gagap dan salah baca selama tidak meng¬ubah makna seperti men-dhammah-kan huruf shad Namun, jika ia salah membaca sampai mengubah makna se¬perti men-dhammah-kan huruf ta’ pada kata an’amta atau mengkasrohkannya maka batallah shalat orang yang sekiranya bisa mengajari¬nya. Jika lidah orang itu susah mengucapkan¬nya ataupun ia belum sempat belajar maka jika kesalahan itu terjadi ketika ia membaca surah al-Fatihah maka orang itu dihukumi se¬perti orang buta huruf sehingga tidak sah un¬tuk menjadi makmum orang yang membaca seperti orang buta huruf. Adapun jika kesalah¬an baca itu terjadi pada selain surah al-Fatih¬ah, seperti halnya jika orang itu meng-kasrah- kan huruf lam pada kata dalam ayat yang berbunyi,.. maka sah shalatnya dan juga kepemimpinan shalatnya jika ia lemah bacaannya, atau tidak mengeta-hui dan belum sempat belajar, atau juga lupa. Karena, salah baca yang sedikit ini dengan ber¬bagai syaratnya tidak sampai merusak shalat.
Dimakruhkan juga, seperti yang telah kami jelaskan, kepemimpinan shalat orang yang berbeda pandangan dalam cabang-cabang per¬masalahan agama, tingginya tempat imam dari tempat makmum atau sebaliknya tanpa ada ke¬butuhan mendesak seperti sempitnya tempat masjid. Adapun kepemimpinan shalat orang yang buta tidak dimakruhkan.

MAZHAB HAMBALI
Menurut pendapat yang lebih kuat meski dimakruhkan, kepe¬mimpinan shalat orang yang putus kedua kaki atau salah satunya yang masih memungkin¬kannya untuk berdiri, karena ia dapat sujud dengan kaki yang masih tersisa atau dengan penghalangnya, yaitu hendaknya ia membuat dua kaki palsu dari kayu atau semacamnya.
Dimakruhkan kepemimpinan shalat orang yang putus daun telinganya dan juga orang yang membuat tertawa ketika melihat tubuh¬nya ataupun melihat sekadar fotonya. Adapun orang yang berbeda pendapat dalam sahnya kepemimpinan shalat orang yang putus daun telinganya atau dapat membuat orang tertawa maka pendapat itu masih tidak jelas dengan alasan agar orang biasa tidak menjadi mak¬mumnya. Sedangkan menurut tekstual ucapan mereka yaitu tidak dimakruhkan.
Dimakruhkan pula, seperti yang telah kami sebutkan, kepemimpinan shalat orang yang gagap, orang yang tidak fasih mengucapkan beberapa huruf seperti huruf dhad dan qaf, dan orang yang salah baca sekiranya tidak mengubah makna seperti mengkasra/ikan huruf dai pada kata i serta sah shalatnya orang yang tidak salah baca karena ia mem¬baca dengan benar.
Dimakruhkan, seperti yang telah kami jelaskan, lebih tingginya tempat imam dari tempat makmum satu hasta atau lebih, tetapi tidak sebaliknya maka tidak makruh bila tem¬pat makmum lebih tinggi. Tidak perlu juga mengulang shalat Jumat orang yang melak¬sanakan shalat di atas atap masjid, Syafi’i meri¬wayatkan dari Abu Hurairah r.a., "Rasulullah saw. melaksananakart shalat di atas masjid se¬suai dengan shalat imam" hadits ini diriwayat¬kan pula oleh Sa'id bin Manshur dari Anas r.a, Dimakruhkan bila seseorang mengimami suatu kaum, tetapi kebanyakan di antara me¬reka membencinya karena kebenaran, yaitu adanya cacat dalam agama atau keutamaannya. Jika separuh saja dari makmum membencinya maka tidak sampai dimakruhkan, tetapi lebih baik orang itu tidak mengimami mereka demi menghilangkan perbedaan pendapat tersebut meski tidak dimakruhkan menjadi makmum¬nya. Karena, kebencian itu muncul dari orang selain mereka.
Dimakruhkan kepemimpinan shalat seorang laki-laki kepada kaum wanita yang tidak dikenal ataupun adanya seorang laki-laki ber¬sama mereka, karena Rasulullah saw., "Telah melarang seorang laki-laki menyendiri bersama seorang wanita asing"*1* Sebab dalam keadaan itu kemungkinanadanyapercampuran. Sedangkan tidak apa-apa bila seseorang mengimami wanita muhrimnya sendiri, atau wanita asing bersama seorang laki-laki atau lebih, karena kaum wanita dulu banyak yang ikut shalat bersama Nabi saw..
Dimakruhkan kepemimpinan shalat orang biasa bila ada orang yang lebih baik, berdasarkan sabda Nabi saw.,"Jika seseorang mengimami suatu kaum, sedang di antara mereka ada orangyang lebih baik darinya, maka mereka tetap berada di bawah." Tidak apa-apa akan kepemimpinan shalat seorang anak zina, anak pungut, orang yang diasingkan karena li'an, orang yang dikebiri, seorang tentara, ataupun badui jika agama mereka selamat dan berhak untuk menjadi imam, berdasarkan umumnya sabda Nabi saw.
"Hendaknya mengimami suatu kaum orang yang paling pandai membaca." Seperti halnya orang-orang shalat di belakang Ibnu Ziyad, yaitu orang yang nasabnya masih diragukan. Aisyah r.a. berkata, "ia tidak memikul dosa ke¬dua orang tuanya sama sekali." Aisyah lanjut membacakan sebuah ayat yang berbunyi, "dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain." (al-An'aam: 164) karena semua orangitu merdeka dandiridhaidalamagamanya maka ia berhak mengimami seperti orang lainnya.

No comments:

Post a Comment