Search This Blog

Hukum-hukum yang Khusus Untuk Imam


Ada empat masalah khusus untuk imam; yaitu apakah imam perlu mengucapkan amin juga setelah ia selesai membaca surah al-Fati¬hah? Atau cukup makmum saja yang melaku¬kannya? Kapankah imam harus mengucapkan takbiratul ihram? Apakah boleh membetulkan bacaan imam jika ia ragu ataukah tidak? Apa¬kah boleh tempat imam itu lebih tinggi dari tempat makmum?
Kita telah ketahui tentang beberapa hukum dari masalah ini menurut berbagai pandangan mazhab, kecuali dua masalah saja. Kami akan mempersingkat pembicaraan tentangnya.879

Masalah Pertama, apakah imam perlu men¬gucapkan amin juga setelah ia selesai mem¬baca surah al-Fatihah atau cukup makmum saja yang melakukannya?
Menurut Malik, imam tidak perlu lagi mengucapkan "amin”. Sedangkan mayoritas ahli fiqih berpen¬dapat bahwa imam boleh saja mengucapkan amin seperti halnya makmum. Adapun sebab perbedaan di antara me¬reka karena adanya dua hadits yang saling ber¬tentangan dalam teks haditsnya.
Salah satunya, hadits Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Jika imam mengucapkan amin maka ikut¬lah mengucapkannya! Siapa yang ucapan amin- nya sama dengan ucapan amin malaikat maka dosa-dosanya yang lalu akan diampuni."
Hadits kedua adalah hadits Abu Hurairahr.a. juga, Rasulullah saw. bersabda, "jika imam telah membaca ayat * maka ucapkanlah, 'amin'."
Hadits pertama di atas adalah dalil agar imam mengucapkan amin juga, sedang ha¬dits kedua dijadikan dalil bahwa imam tidak perlu mengucapkan amin. Karena, jika imam telah mengucapkan amin maka Nabi saw. akan memerintahkan para makmum untuk mengu¬capkan amin juga ketika selesai dari bacaan al-Fatihah sebelum imam mengucapkannya. Sebab, imam, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah saw. sendiri, dijadikan sebagai orang yang diikuti.
Lantas, Malik mendukung hadits kedua  yang diriwayatkannya, yaitu pendengarlah [makmum) yang mengucapkan amin, bukan pembaca yang berdoa (imam).
Adapun mayoritas ulama mendukung ha¬dits pertama sebagai dalil dalam masalah ini, karena tidak ada sama sekali hukum untuk imam. Adapun perbedaannya dengan hadits lainnya adalah waktu untuk makmum mengu¬capkan amin saja, bukan apakah imam mengu¬capkan amin ataukah tidak.

Masalah Kedua, kapankah imam mengu¬capkan takbiratul ihram?
Mayoritas ahli fiqih berpendapat, imam ti¬dak boleh mengucapkan takbir kecuali setelah selesai dikumandangkannya iqamat dan lurus¬nya shaf.
Sedangkan Hanafiyah berpendapat, waktu untuk mengucapkan takbir adalah sebelum usai dikumandangkannya iqamat dan mere¬ka menganjurkan takbir diucapkan ketika muadzin mengumandangkan " svtiii cJii Ju ".
Adapun sebab perbedaannya karena ber¬bedanya teks hadits dari Anas dan Bilal.
Hadits dari Anas berbunyi, ia berkata, "Ra¬sulullah saw. menghampiri kami sebelum be¬liau bertakbir untuk shalat, seraya bersabda,
'Luruskan dan rapatkan shaf kalian, karena aku dapat melihat kalian meski dari belakang punggungku."
Menurut teks hadits ini, bahwa perintah beliau itu setelah selesai dikumandangkannya iqamat, seperti hadits yang diriwayatkan dari Umar r.a., "Jika telah selesai iqamat dan shaf telah lurus, maka pada waktu itu ia akan bertakbir."
Sedangkan hadits dari Bilal, ia meriwayat¬kan ketika ia mengumandangkan iqamat un¬tuk Nabi saw., ia berkata kepada Rasulullah, "Rasulullah, jangan tergesa-gesa mengucap¬kan amin!"883 Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah telah bertakbir sedang iqamat be¬lum selesai dikumandangkan.

Masalah Ketiga, apakah boleh membetul¬kan bacaan imam jika ia ragu ataukah tidak?
Pembahasan tentang ini telah disebutkan dalam pembahasan tentang hal-hal yang dapat membatalkan shalat. Kita telah mengetahui bahwa empat mazhab dan lainnya memboleh¬kan untuk membetulkan bacaan imam jika ia ragu dan pendapat ini dikenal dari Ibnu Umar. Sedangkan beberapa ulama melarangnya dan dikenal dari Ali. Adapun sebab perbedaannya karena berbedanya atsar. Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. shalat, lalu melewatkan satu ayat. Usai shalat, seorang laki-laki berkata ke-pada Rasulullah, "Rasulullah, ayat ini dan itu Anda lewatkan." Beliau segera menimpali,
"Kenapa kamu tidak mengingatkanku?4 Diriwayatkan pula dari beliau saw., beliau bersabda "Ali, kamu jangan membetulkan bacaan imam dalam shalat"
Pendapat pertama adalah pendapat yang lebih kuat dalam riwayat dan prakteknya.

Masalah Keempat, tempat imam lebih tinggi dari tempat makmum.
Kami telah jelaskan sebelumnya bahwa empat mazhab membolehkan tempat imam lebih tinggi dari tempat makmum meski ada makruh, kecuali perbedaannya hanya sedikit saja maka tidak menjadi makruh menurut Ma¬likiyah dan Hambali. Atau juga dalam keadaan darurat atau bertujuan untuk mengajarkan menurut Syafi’iyah. Ada sekelompok ulama yang tetap melarang itu.
Adapun sebab perbedaan mereka adanya dua hadits yang bertentangan. Salah satu¬nya, hadits Tsabit, bahwa beliau saw. pernah mengimami orang-orang dari atas mimbar untuk mengajarkan mereka tentang tata cara shalat, lalu jika beliau saw. ingin sujud maka beliau akan turun dari mimbar.
Hadits kedua, diriwayatkan oleh Abu Dawud bahwa Hudzaifah pernah mengimami orang-orang dari atas tempat yang tinggi, lalu Ibnu Mas'ud mengambil bajunya lantas men¬arik Hudzaifah. Usai shalat, Hudzaifah berkata, "Apakah kamu tidak tahu bahwa mereka tidak bisa melihat shalatku."
Masalah Kelima tambahan, apakah imam wajib untuk berniat sebagai imam ataukah tidak?
Sekelompok orang berpendapat bahwa imam tidak wajib untuk berniat sebagai imam, berdasarkan hadits Ibnu Abbas r.a., bahwa ia berdiri di samping Rasulullah saw. setelah be¬liau memulai shalatnya.
Kelompok lainnya berpendapat bahwa niat itu menjadi kemungkinan, dimana imam harus melakukannya, karena imam akan memikul tanggung jawab beberapa gerakan shalat dari makmumnya. Pendapat ini menurut mazhab yang memandang bahwa imam memikul tang¬gung jawab dari makmum dalam shalat fardhu ataupun sunnah. Kami akan kembali untuk membahas ini nanti.

No comments:

Post a Comment